Hari ini seperti
biasanya, kami sekeluarga selalu makan malam dirumah . Ayahku selalu berpesan sesibuk-sibuknya pekerjaan atau
aktivitas kita diluar rumah paling tidak harus menyempatkan diri untuk makan
malam bersama, karena saat itu adalah waktu yg tepat untuk berkumpul. Dan
sesekali pada malam minggu, kami sekeluarga makan diluar untuk mencari suasana
yang berbeda. Bisa dibilang keluargaku cukup berada, tidak kekurangan, tidak
kelebihan, tetapi cukup. Namaku adalah Dena Sagita, usiaku baru 16 tahun,
kulitku sawo matang dan mempunyai rambut lurus sebahu. Ibuku adalah wanita
tercantik dinegeri ini, walaupun diwajahnya banyak garis penuaan dan rambut
putih, namun beliau selalu nampak lebih muda dari usianya, ibuku bernama
Chatarina Wardani. Ayahku adalah orang yang hebat dan berwibawa. Ayah selalu
tahu apa yang diinginkan anak-anaknya, serta tahu mana yang tidak baik untuk
keluarganya. Ayahku bernama Sigit Perwiro.
“Ibu, masakan malam ini
beda yaa rasanya!!” ucapku sambil melahap sayur sop dan perkedekel kornet yang
tampak lezat. “Apa bedanya yaa nak?” tanya ibu mengernyitkan dahi. “Ini semua
kan makanan kesukaanku bu. Aku ajah mau nambah lagi nih bu hehehe” ku
sunggingkan senyum manisku untuk ibu yang telah memasak makanan kesukaanku. Ayah
menyambar ucapanku “Dena masakan ibumu itu cuma ada dua rasa.” “Hmmm apa itu
yah?” tanyaku sambil terus mengunyah nasi yang masih penuh dimulut. “Sepertinya
jwabannya akan tidak mengenakan hati ini nih” tuduh ibu kepada ayah dengan muka
masamnya. “Ibu ini perasaan saja. Masakan ibu itu yang pertama rasanya enak dan
satunya lagi enaaakk bangeeett” jawab ayah sambil mengedipkan matanya kepadaku.
“Hahahaha cieee ayah gombalin ibu nih yaaa hahahaha…..” Kami pun tertawa
bersama dan aku pun teringat dengan kakak yang tak kunjung datang untuk makan
malam bersama kami.
Terdengarlah suara
ketukan pintu dan membuyarkan semua tawa kami. Seorang pria bertubuh atletis,
bermata besar, dan rambut gondrong menutupi telinga masuk kerumah. Yaaap,
dialah kakakku yang bernama Farid
Nugroho. “Maaf yah, aku datang terlambat lagi.” ucapnya dengan nafas yang
memburu. “Kamu ini selalu saja begini, dasar manusia kesiangan ehh maksud ayah
manusia kemalaman ckckck.” “Yaa sudah ayo kamu makan dulu Rid.” sela ibu
memecahkan suasana. “Ibu aku tadi sudah makan bersama teman-teman, maaf untuk
yang kedua kalinya karena Farid tidak ikut makan.” jawab kakak dengan
santainya. “Kak Farid, ayo lah makan dulu sebentar, menunya maknyooss deeh.
Nanti nyesel deeh lu kalo sampe kelewatan.” ajakku kepada kakak. “Nggak ahh
dek, gw mau tidur. Nanti kalo gw laper juga akan makan kok !!” jawab kakak
dengan nada tinggi. Kakak pun meninggalkan ruang makan dan langsung mengurung
dirinya di kamar. “Tuh kan yah, kenapa sih kakak selalu ketus sama Dena. Aku
kan juga ingin merasakan punya kakak yang perhatian sama adiknya seperti
teman-teman aku.”
Aku segera menghabiskan
makan malamku tanpa berbicara lagi. Begitulah kakakku. Entah apa yang ada
dipikiranya. Apakah dia menganggapku adik atau bukan? Apakah dia sudah tidak
mempunyai rasa kekeluargaan lagi?? Aahhhh sudahlah, jangan berpikiran negatif.
Kakak bertindak begitu pasti ada maksudnya, aku yakin itu. Semua pemikiran ini
pun akhirnya membuatku lelah hingga mata pun akhirnya terpejam dan beristirahat
tak melakukan aktivitas.
Keesokan paginya aku
harus bergegas ke sekolah. Aku sudah siap memulai hari ini. Ku tunggu kak Farid
agar kami bisa berangkat bersama karena kampus kak Farid searah dengan
sekolahku. Kak Farid pun kelar dari kamar mengenakan baju biru laut yang
memberikan kesan feminim bagi dirinya. “Kak ayo berangkat bareng.” pintaku
dengan nada manja. “Ihh manja banget sih lu, angkot kan masih banyak, lagi pula
gw ada kelasnya baru jam 9. Kepagian tau !!” jawab kakak sambil makan sepotong
roti. “Aahh bohong lu kak. Bilang ajaah emang lu nggak mau ngaterin gw kan
kak?” tuduhku dengan nada tinggi. “Nah lu tuh udah sadar diri, yaudah sana
berangkat. Malu gw kalo bareng lu.” #jleb ucapan kakak langsung meresap
dihatiku. Haaahhhh aku pun menarik napas dan lekas pergi meninggalkan dia tanpa
berkata sepatah kata pun. “Hati2 dijalan yaa Dena adikku sayang.” terdengar
suara samar-samar kakak dari kejauahan. “Ibu aku berangkat sekarang yaa.” ucap
kakak, dan dibalas anggukan oleh ibu.
Sumpah yaa, kak Farid
itu ngeselin banget. Dia itu manusia atau bukan sih atau manusia setengah
dewa?? Haahhh ngarep !!! Kak Farid, gw ini tuh adik lu, bisa nggak sih lu
sedikit ajah baik sama gw. Gw itu pengen punya kakak yang bisa menjaga adiknya.
Lu itu kakak gw apa bukan sih?? Itulah raungan dihatiku. Akhirnya aku pun naik
kopaja yang sesaknya minta ampun. Dan aku pun kesiangan, beruntung aku masih diperkenankan
mengikuti pelajaran. “Kenapa lu Den?” tanya teman sebangkuku yang bernama
Jessy. “Sebenernya sih nggak kesiangan, tapi gara2 kakak gw nggak mau bareng
berangkatnya jadi nggak keburu deh” jawabku dengan muka asam. “Tega banget sih
kakak lu, untung kakak gw masih baik yaa. Dia mah mau-mau ajaah nganterin gw ke
sekolah.” ucap Jessy kepadaku. Aku pun tak menghiraukan lagi apa yang dibicarakan
Jessy, aku iri sama dia. Coba aku yang ada diposisi Jessy, pasti menyenangkan
mempunyai saudara kandung yang asik. Aku merasa tidak punya kakak sekarang.
Hari ini pun berlalu
dengan cepat tanpa ku sadari. Seperti biasa kami makan malam bersama dan
lengkap semua anggota keluarga hadir. Kemudian aku pun langsung tidur karena
besok harus ke sekolah lagi. Dan keesokan paginya, aku pun tak menyerah
mengajak berangkat bersama kakak. Dan alhasil nol besar !!! Padahal kakak sudah
keluar kamar dan bergegas akan berangkat juga, tetapi dia malah masuk kamar
lagi dan ku pikir sudah tak mungkin untuk hari ini. “Bu, aku berangkat yaa.”
Teriakku kepada ibu yang ada diruang tamu dengan suara keputuasaan. Dan lima
menit sesudah ku berangkat ke sekolah, kakak pun berangkat juga. Heran sekali
saya dengan kak Farid huhuhu
Sesampainya
disekolah, aku pun melihat Jessy diantar oleh kakaknya ke sekolah. Dalam hatiku
beruntungnya dia punya kakak seperti dia, sudah ganteng, peduli lagi sama
adiknya. Kalo dibandingin sama kak Farid mah, 180’ derajat deeh. “Hey Dena,
ayoo masuk kelas sama-sama.” sapanya dengan wajah pamer. Aku pun hanya mengangguk
saja. Pelajaran hari ini pun telah usai. Aku menunggu bus dihalte. Lama sekali
bus ini datang, hingga ku mengantuk. Kemudian dari kejauhan ku lihat sosok
laki-laki yang wajahnya familiar sambil mengendarai motor lakinya. Yaap benar,
itu kakak, itu kak Farid. Langsung saja ku teriak “Kak Farid, kakak, bareng
!! Kak, kak Fariiidddd !!” tapi apa kamu
tahu apa yang dia lakukan? Dia hanya melambaikan tangan kirinya, tersenyum dan
kemudian buang muka terhadapku. Haaahhhh sungguh kakak yang tega sekali terhadap
adiknya. Sesampainya dirumah ternyata kak Farid tidak ada, justru aku yang tiba
duluan dirumah. Barulah sepuluh menit kemudian kak Farid tiba dirumah. Ketika
dia baru menginjakkan kaki didepan rumah, langsung saja ku hujat dengan cacian
maki untuk kakakku. Tidak peduli aku membangunkan ibu yang sedang tertidur
pulas. Aku sudah sangat kesal dengan tingkahnya yang tidak berperasaan itu.
Tetapi kakak hanya tersenyum miring dan membuatku semakin kesal. Aku pun
langsung masuk ke kamar dan membanting pintu kamar hingga membuat ibu keluar
dari kamarnya.
Besoknya pun ketika
aku berangkat ke sekolah kakak sudah siap dengan motornya. “Dena, mau berangkat
bareng nggak??” ajak kakak ku dengan wajah manis serigala. “Dasar PHP lu kak
!!” jawabku dengan ketus. “Yeee serius nih, kalo nggak yaudah gapapa deeh.
Sadar diri berarti lu.” Aku mencoba tak membalas perkataan kak Farid. Ku
hiraukan begitu saja, dan aku pun berpamitan dengan ibu dan ayah. “Jadi beneran
nggak mau nih?? Yaudaah hati-hati dijalan yaa Dena Sagita adikku yang paling
manis.” Ku dengar dari kejauhan kak
Farid pun berpamitan dengan ibu. Cihhh kata-kata apa itu yang barusan ku
dengar, tak peduli lah. Aku sudah tak menganggap lagi deeh dia kakak ku atau
bukan. Dan aku juga nggak mau punya kakak yang nggak ada baik-baiknya sama
sekali sama adiknya.
Sungguh hari ini
sungguh melelahkan, disekolah tadi semua mata pelajaran ada ulangan. Untung aku
mengerjakan soalnya dengan baik. Untung jawabannya tadi tidak ku isi dengan kak
Farid kak Fraid eehmmm. Nanti sore aku ada tugas kelompok dirumah Jessy dan
kebetulan rumahnya dia tak jauh dari kampus kak Farid. Kali ini aku akan
meminta dengan sangat kepada kak Farid untuk mengantarkanku. Ketika sampai
dirumah, ku lihat kak Farid sedang menonton tv. Langsung saja ku dekati. “Kak
Farid, tadi pagi kan lu mau ngaterin gw kesekolah, tapi nggak jadi. Gimana kalo
sekarang anterin gw kak ke rumah temen gw deket kampus lu kak.” “Nggak liat apa
lu gw lagi sibuk.” Jawab kakak dengan suara tinggi. “Kak sekali ajaah kak,
anterin yaaa. Aku nggak tau daerah sana soalnya.” “Bisa diem nggak sih lu??”
Aku pun sontak langsung kaget. “Gw nggak mau, kan udah dibilang gw malu. Lagian
lu tuh udah gede, umur lu kan udaah mau 17 tahun. Masa begitu ajaah nggak
berani, jangan manja dong. Dulu pas gw segede lu, gw kemana-mana sendiri. Atau
lu nggak punya ongkos?? Nih gw kasih deeh. Bawel banget sih lu jadi adik.” jawab
kakak dengan panjang lebar sambil
melemparkan uang sepuluh ribu dari sakunya.
Aku pun langsung
pergi ke rumah temen tanpa pikir panjang dan ku acuhkan ucapkan ka Farid. Kemudian
kak Farid pun juga berpamitan entah ingin pergi kemana. “Bu, aku pergi dulu
yaa.” “Hey, mau kemana kamu Farid??” tanya ibuku dan tak dihiraukan oleh kakak.
Sungguh, kata-katanya sangat menyakitkan. Padahal kan aku hanya pinta itu saja.
Dena Dena Dena lu nggak boleh nangis Den, kakak lu emang begitu. Jadi udah
biasa kan harusnya digituin. Tanpa ku sadari kata-kata menyemangati diriku
sendiri malah membuat air mata ini keluar. Sungguh aku tidak menyangka kak
Farid berbuat begitu. Bodohnya aku terlalu perasaan, semua perkataan yang orang
bicarakan pasti langsung masuk ke hati. Apalagi omongan dari orang-orang yang
ku sayang. Karena malu sedang ditempat umum, aku buru-buru menghapus air mata
ini. Rumah temanku hanya disebrang jalan
dari posisiku berdiri sekarang, ku tengok kanan kiri akhirnya aku pun
menyebrang karena sepi. Tak ku sangka sesuatu yang besar berwarna merah
menabrakku dari kejauhan, rasanya sakit sekali, dingin dan lama kelamaan aku
tidak merasakan apa yang kurasa. Mata ku pun akhirnya mulai terpejam, satu hal
yang terakhir ku lihat. Terbayang wajah kak Farid yang memanggil namaku dengan
muka panik, sedih, dan rasa bersalah.
Dan ketika mataku
sudah mulai terbuka lagi, ternyata aku sudah berada di rumah sakit dikamar UGD
dengan infus, alat pernapasan, serta kakiku yang patah. Ku lihat ayah, ibu dan
kak Farid berada disampingku. Tangan hangat ibu memegang tanganku dengan muka
haru. Mereka kemudian menceritakan apa yang terjadi dan aku baru mengetahuinya
bahwa aku sudah terlelap selama hampir tiga hari. Kemudian kak Farid mulai
berbicara. “Dena, maafin kakak lu ini. Coba seandainya waktu itu kakak nganter
kamu, pasti nggak akan begini jadinya. Kakak nyesel banget, kenapa waktu itu
nolak pinta Dena.” “Sudah nggak apa-apa kok kak, toh ini semua kan sudah
terjadi. Dena ngerti kok gimana perasaan kakak.” Jawabku dengan lembut dan
tersenyum. Kak Farid pun melanjutkan bicara “Sebenernya, apakah kamu tahu Dena,
setiap hari itu kakak selalu ikuti kamu kemana pergi. Pada waktu kamu berangkat
ke sekolah, kakak mengawasimu dari kejauhan memastikan apakah kamu baik-baik
saja. Ketika kamu pulang sekolah pun, kakak menunggumu dari kejauhan. Dan
sampai pada saat terakhir kamu pergi kerumah temanmu itu, kakak pun bergegas
pergi mengendarai motor mengikutimu dari belakang dan sekali lagi mengawasi
apakah adikku akan baik-baik saja. Kakak pun nggak menyangka ternyata
mengawasimu saja tak cukup.” Tanpa ku sadari mata ini pun berlinang air mata,
ternyata kakak peduli terhadapku, yaa dia sayang dengan adiknya walaupun dia
tak mampu mengungkapkannya.
Kakak pun melanjtkan
kembali ucapannya “Kakak sadar, kakak salah. Kakak berbuat seperti ini, karena
ingin membuat kamu belajar lebih dewasa dan lebih mandiri. Kakak mohon, semoga
kamu masih mau menganggap aku sebagai kakakmu ini, walaupun pernah membuat
celaka seperti ini. Kakak mengerti mengawasi kamu saja tidak cukup, tetapi
kakak harus extra kuat menjaga adikku yang manja ini. Mulai sekarang pinta apa
saja kepada kakak, tapi jangan yang aneh-aneh yaa.” Ucap kakak panjang lebar
sambil mengusap rambutku. Ayah dan Ibu pun saling berpandangan dan tersenyum
lebar.
Tak ku sangka
ternyata pemikiran negatif ku terhadap kakak berubah 180’. Ternyata kakak
sayang padaku. Dia tidak jahat, tetapi dia baik karena ingin membuatku menjadi
anak perempuan yang mandiri. Kakak selalu mengawasiku kemanapun aku pergi. Aku
beruntung punya kakak seperti dia. Aku tahu kakak itu sebenarnya orang yang
baik, tetapi dia tak mau menunjukkan kebaikannya kepadaku. Hingga aku harus
menderita dulu, barulah kakak sadar hehehe. Dan sejak saat itu, kakak tak
pernah menolak permintaanku, dia selalu siap mengantarku kemana saja, yaah
walaupun memang sifat ngeselinnya masih ada. Aku merasa, aku lah orang yang
paling bahagia didunia ini. Aku punya ayah dan ibu yang sangat perhatian dan
tak lupa aku punya kakak yang paling baik
dan lebih perhatian dari siapapun. Aku sayang kalian semua ayah, ibu,
dan kak Farid. Aku beruntung terlahir di keluarga ini.