Sabtu, 25 Januari 2014

Kakakku Jahat Kakakku Peduli


 Hari ini seperti biasanya, kami sekeluarga selalu makan malam dirumah . Ayahku selalu  berpesan sesibuk-sibuknya pekerjaan atau aktivitas kita diluar rumah paling tidak harus menyempatkan diri untuk makan malam bersama, karena saat itu adalah waktu yg tepat untuk berkumpul. Dan sesekali pada malam minggu, kami sekeluarga makan diluar untuk mencari suasana yang berbeda. Bisa dibilang keluargaku cukup berada, tidak kekurangan, tidak kelebihan, tetapi cukup. Namaku adalah Dena Sagita, usiaku baru 16 tahun, kulitku sawo matang dan mempunyai rambut lurus sebahu. Ibuku adalah wanita tercantik dinegeri ini, walaupun diwajahnya banyak garis penuaan dan rambut putih, namun beliau selalu nampak lebih muda dari usianya, ibuku bernama Chatarina Wardani. Ayahku adalah orang yang hebat dan berwibawa. Ayah selalu tahu apa yang diinginkan anak-anaknya, serta tahu mana yang tidak baik untuk keluarganya. Ayahku bernama Sigit Perwiro.
“Ibu, masakan malam ini beda yaa rasanya!!” ucapku sambil melahap sayur sop dan perkedekel kornet yang tampak lezat. “Apa bedanya yaa nak?” tanya ibu mengernyitkan dahi. “Ini semua kan makanan kesukaanku bu. Aku ajah mau nambah lagi nih bu hehehe” ku sunggingkan senyum manisku untuk ibu yang telah memasak makanan kesukaanku. Ayah menyambar ucapanku “Dena masakan ibumu itu cuma ada dua rasa.” “Hmmm apa itu yah?” tanyaku sambil terus mengunyah nasi yang masih penuh dimulut. “Sepertinya jwabannya akan tidak mengenakan hati ini nih” tuduh ibu kepada ayah dengan muka masamnya. “Ibu ini perasaan saja. Masakan ibu itu yang pertama rasanya enak dan satunya lagi enaaakk bangeeett” jawab ayah sambil mengedipkan matanya kepadaku. “Hahahaha cieee ayah gombalin ibu nih yaaa hahahaha…..” Kami pun tertawa bersama dan aku pun teringat dengan kakak yang tak kunjung datang untuk makan malam bersama kami.
Terdengarlah suara ketukan pintu dan membuyarkan semua tawa kami. Seorang pria bertubuh atletis, bermata besar, dan rambut gondrong menutupi telinga masuk kerumah. Yaaap, dialah  kakakku yang bernama Farid Nugroho. “Maaf yah, aku datang terlambat lagi.” ucapnya dengan nafas yang memburu. “Kamu ini selalu saja begini, dasar manusia kesiangan ehh maksud ayah manusia kemalaman ckckck.” “Yaa sudah ayo kamu makan dulu Rid.” sela ibu memecahkan suasana. “Ibu aku tadi sudah makan bersama teman-teman, maaf untuk yang kedua kalinya karena Farid tidak ikut makan.” jawab kakak dengan santainya. “Kak Farid, ayo lah makan dulu sebentar, menunya maknyooss deeh. Nanti nyesel deeh lu kalo sampe kelewatan.” ajakku kepada kakak. “Nggak ahh dek, gw mau tidur. Nanti kalo gw laper juga akan makan kok !!” jawab kakak dengan nada tinggi. Kakak pun meninggalkan ruang makan dan langsung mengurung dirinya di kamar. “Tuh kan yah, kenapa sih kakak selalu ketus sama Dena. Aku kan juga ingin merasakan punya kakak yang perhatian sama adiknya seperti teman-teman aku.”
Aku segera menghabiskan makan malamku tanpa berbicara lagi. Begitulah kakakku. Entah apa yang ada dipikiranya. Apakah dia menganggapku adik atau bukan? Apakah dia sudah tidak mempunyai rasa kekeluargaan lagi?? Aahhhh sudahlah, jangan berpikiran negatif. Kakak bertindak begitu pasti ada maksudnya, aku yakin itu. Semua pemikiran ini pun akhirnya membuatku lelah hingga mata pun akhirnya terpejam dan beristirahat tak melakukan aktivitas.
Keesokan paginya aku harus bergegas ke sekolah. Aku sudah siap memulai hari ini. Ku tunggu kak Farid agar kami bisa berangkat bersama karena kampus kak Farid searah dengan sekolahku. Kak Farid pun kelar dari kamar mengenakan baju biru laut yang memberikan kesan feminim bagi dirinya. “Kak ayo berangkat bareng.” pintaku dengan nada manja. “Ihh manja banget sih lu, angkot kan masih banyak, lagi pula gw ada kelasnya baru jam 9. Kepagian tau !!” jawab kakak sambil makan sepotong roti. “Aahh bohong lu kak. Bilang ajaah emang lu nggak mau ngaterin gw kan kak?” tuduhku dengan nada tinggi. “Nah lu tuh udah sadar diri, yaudah sana berangkat. Malu gw kalo bareng lu.” #jleb ucapan kakak langsung meresap dihatiku. Haaahhhh aku pun menarik napas dan lekas pergi meninggalkan dia tanpa berkata sepatah kata pun. “Hati2 dijalan yaa Dena adikku sayang.” terdengar suara samar-samar kakak dari kejauahan. “Ibu aku berangkat sekarang yaa.” ucap kakak, dan dibalas anggukan oleh ibu.
Sumpah yaa, kak Farid itu ngeselin banget. Dia itu manusia atau bukan sih atau manusia setengah dewa?? Haahhh ngarep !!! Kak Farid, gw ini tuh adik lu, bisa nggak sih lu sedikit ajah baik sama gw. Gw itu pengen punya kakak yang bisa menjaga adiknya. Lu itu kakak gw apa bukan sih?? Itulah raungan dihatiku. Akhirnya aku pun naik kopaja yang sesaknya minta ampun. Dan aku pun kesiangan, beruntung aku masih diperkenankan mengikuti pelajaran. “Kenapa lu Den?” tanya teman sebangkuku yang bernama Jessy. “Sebenernya sih nggak kesiangan, tapi gara2 kakak gw nggak mau bareng berangkatnya jadi nggak keburu deh” jawabku dengan muka asam. “Tega banget sih kakak lu, untung kakak gw masih baik yaa. Dia mah mau-mau ajaah nganterin gw ke sekolah.” ucap Jessy kepadaku. Aku pun tak menghiraukan lagi apa yang dibicarakan Jessy, aku iri sama dia. Coba aku yang ada diposisi Jessy, pasti menyenangkan mempunyai saudara kandung yang asik. Aku merasa tidak punya kakak sekarang.
Hari ini pun berlalu dengan cepat tanpa ku sadari. Seperti biasa kami makan malam bersama dan lengkap semua anggota keluarga hadir. Kemudian aku pun langsung tidur karena besok harus ke sekolah lagi. Dan keesokan paginya, aku pun tak menyerah mengajak berangkat bersama kakak. Dan alhasil nol besar !!! Padahal kakak sudah keluar kamar dan bergegas akan berangkat juga, tetapi dia malah masuk kamar lagi dan ku pikir sudah tak mungkin untuk hari ini. “Bu, aku berangkat yaa.” Teriakku kepada ibu yang ada diruang tamu dengan suara keputuasaan. Dan lima menit sesudah ku berangkat ke sekolah, kakak pun berangkat juga. Heran sekali saya dengan kak Farid huhuhu
Sesampainya disekolah, aku pun melihat Jessy diantar oleh kakaknya ke sekolah. Dalam hatiku beruntungnya dia punya kakak seperti dia, sudah ganteng, peduli lagi sama adiknya. Kalo dibandingin sama kak Farid mah, 180’ derajat deeh. “Hey Dena, ayoo masuk kelas sama-sama.” sapanya dengan wajah pamer. Aku pun hanya mengangguk saja. Pelajaran hari ini pun telah usai. Aku menunggu bus dihalte. Lama sekali bus ini datang, hingga ku mengantuk. Kemudian dari kejauhan ku lihat sosok laki-laki yang wajahnya familiar sambil mengendarai motor lakinya. Yaap benar, itu kakak, itu kak Farid. Langsung saja ku teriak “Kak Farid, kakak, bareng !!  Kak, kak Fariiidddd !!” tapi apa kamu tahu apa yang dia lakukan? Dia hanya melambaikan tangan kirinya, tersenyum dan kemudian buang muka terhadapku. Haaahhhh sungguh kakak yang tega sekali terhadap adiknya. Sesampainya dirumah ternyata kak Farid tidak ada, justru aku yang tiba duluan dirumah. Barulah sepuluh menit kemudian kak Farid tiba dirumah. Ketika dia baru menginjakkan kaki didepan rumah, langsung saja ku hujat dengan cacian maki untuk kakakku. Tidak peduli aku membangunkan ibu yang sedang tertidur pulas. Aku sudah sangat kesal dengan tingkahnya yang tidak berperasaan itu. Tetapi kakak hanya tersenyum miring dan membuatku semakin kesal. Aku pun langsung masuk ke kamar dan membanting pintu kamar hingga membuat ibu keluar dari kamarnya.
Besoknya pun ketika aku berangkat ke sekolah kakak sudah siap dengan motornya. “Dena, mau berangkat bareng nggak??” ajak kakak ku dengan wajah manis serigala. “Dasar PHP lu kak !!” jawabku dengan ketus. “Yeee serius nih, kalo nggak yaudah gapapa deeh. Sadar diri berarti lu.” Aku mencoba tak membalas perkataan kak Farid. Ku hiraukan begitu saja, dan aku pun berpamitan dengan ibu dan ayah. “Jadi beneran nggak mau nih?? Yaudaah hati-hati dijalan yaa Dena Sagita adikku yang paling manis.”  Ku dengar dari kejauhan kak Farid pun berpamitan dengan ibu. Cihhh kata-kata apa itu yang barusan ku dengar, tak peduli lah. Aku sudah tak menganggap lagi deeh dia kakak ku atau bukan. Dan aku juga nggak mau punya kakak yang nggak ada baik-baiknya sama sekali sama adiknya.
Sungguh hari ini sungguh melelahkan, disekolah tadi semua mata pelajaran ada ulangan. Untung aku mengerjakan soalnya dengan baik. Untung jawabannya tadi tidak ku isi dengan kak Farid kak Fraid eehmmm. Nanti sore aku ada tugas kelompok dirumah Jessy dan kebetulan rumahnya dia tak jauh dari kampus kak Farid. Kali ini aku akan meminta dengan sangat kepada kak Farid untuk mengantarkanku. Ketika sampai dirumah, ku lihat kak Farid sedang menonton tv. Langsung saja ku dekati. “Kak Farid, tadi pagi kan lu mau ngaterin gw kesekolah, tapi nggak jadi. Gimana kalo sekarang anterin gw kak ke rumah temen gw deket kampus lu kak.” “Nggak liat apa lu gw lagi sibuk.” Jawab kakak dengan suara tinggi. “Kak sekali ajaah kak, anterin yaaa. Aku nggak tau daerah sana soalnya.” “Bisa diem nggak sih lu??” Aku pun sontak langsung kaget. “Gw nggak mau, kan udah dibilang gw malu. Lagian lu tuh udah gede, umur lu kan udaah mau 17 tahun. Masa begitu ajaah nggak berani, jangan manja dong. Dulu pas gw segede lu, gw kemana-mana sendiri. Atau lu nggak punya ongkos?? Nih gw kasih deeh. Bawel banget sih lu jadi adik.” jawab kakak dengan panjang lebar  sambil melemparkan uang sepuluh ribu dari sakunya.
Aku pun langsung pergi ke rumah temen tanpa pikir panjang dan ku acuhkan ucapkan ka Farid. Kemudian kak Farid pun juga berpamitan entah ingin pergi kemana. “Bu, aku pergi dulu yaa.” “Hey, mau kemana kamu Farid??” tanya ibuku dan tak dihiraukan oleh kakak. Sungguh, kata-katanya sangat menyakitkan. Padahal kan aku hanya pinta itu saja. Dena Dena Dena lu nggak boleh nangis Den, kakak lu emang begitu. Jadi udah biasa kan harusnya digituin. Tanpa ku sadari kata-kata menyemangati diriku sendiri malah membuat air mata ini keluar. Sungguh aku tidak menyangka kak Farid berbuat begitu. Bodohnya aku terlalu perasaan, semua perkataan yang orang bicarakan pasti langsung masuk ke hati. Apalagi omongan dari orang-orang yang ku sayang. Karena malu sedang ditempat umum, aku buru-buru menghapus air mata ini.  Rumah temanku hanya disebrang jalan dari posisiku berdiri sekarang, ku tengok kanan kiri akhirnya aku pun menyebrang karena sepi. Tak ku sangka sesuatu yang besar berwarna merah menabrakku dari kejauhan, rasanya sakit sekali, dingin dan lama kelamaan aku tidak merasakan apa yang kurasa. Mata ku pun akhirnya mulai terpejam, satu hal yang terakhir ku lihat. Terbayang wajah kak Farid yang memanggil namaku dengan muka panik, sedih, dan rasa bersalah.
Dan ketika mataku sudah mulai terbuka lagi, ternyata aku sudah berada di rumah sakit dikamar UGD dengan infus, alat pernapasan, serta kakiku yang patah. Ku lihat ayah, ibu dan kak Farid berada disampingku. Tangan hangat ibu memegang tanganku dengan muka haru. Mereka kemudian menceritakan apa yang terjadi dan aku baru mengetahuinya bahwa aku sudah terlelap selama hampir tiga hari. Kemudian kak Farid mulai berbicara. “Dena, maafin kakak lu ini. Coba seandainya waktu itu kakak nganter kamu, pasti nggak akan begini jadinya. Kakak nyesel banget, kenapa waktu itu nolak pinta Dena.” “Sudah nggak apa-apa kok kak, toh ini semua kan sudah terjadi. Dena ngerti kok gimana perasaan kakak.” Jawabku dengan lembut dan tersenyum. Kak Farid pun melanjutkan bicara “Sebenernya, apakah kamu tahu Dena, setiap hari itu kakak selalu ikuti kamu kemana pergi. Pada waktu kamu berangkat ke sekolah, kakak mengawasimu dari kejauhan memastikan apakah kamu baik-baik saja. Ketika kamu pulang sekolah pun, kakak menunggumu dari kejauhan. Dan sampai pada saat terakhir kamu pergi kerumah temanmu itu, kakak pun bergegas pergi mengendarai motor mengikutimu dari belakang dan sekali lagi mengawasi apakah adikku akan baik-baik saja. Kakak pun nggak menyangka ternyata mengawasimu saja tak cukup.” Tanpa ku sadari mata ini pun berlinang air mata, ternyata kakak peduli terhadapku, yaa dia sayang dengan adiknya walaupun dia tak mampu mengungkapkannya.
Kakak pun melanjtkan kembali ucapannya “Kakak sadar, kakak salah. Kakak berbuat seperti ini, karena ingin membuat kamu belajar lebih dewasa dan lebih mandiri. Kakak mohon, semoga kamu masih mau menganggap aku sebagai kakakmu ini, walaupun pernah membuat celaka seperti ini. Kakak mengerti mengawasi kamu saja tidak cukup, tetapi kakak harus extra kuat menjaga adikku yang manja ini. Mulai sekarang pinta apa saja kepada kakak, tapi jangan yang aneh-aneh yaa.” Ucap kakak panjang lebar sambil mengusap rambutku. Ayah dan Ibu pun saling berpandangan dan tersenyum lebar.
Tak ku sangka ternyata pemikiran negatif ku terhadap kakak berubah 180’. Ternyata kakak sayang padaku. Dia tidak jahat, tetapi dia baik karena ingin membuatku menjadi anak perempuan yang mandiri. Kakak selalu mengawasiku kemanapun aku pergi. Aku beruntung punya kakak seperti dia. Aku tahu kakak itu sebenarnya orang yang baik, tetapi dia tak mau menunjukkan kebaikannya kepadaku. Hingga aku harus menderita dulu, barulah kakak sadar hehehe. Dan sejak saat itu, kakak tak pernah menolak permintaanku, dia selalu siap mengantarku kemana saja, yaah walaupun memang sifat ngeselinnya masih ada. Aku merasa, aku lah orang yang paling bahagia didunia ini. Aku punya ayah dan ibu yang sangat perhatian dan tak lupa aku punya kakak yang paling baik  dan lebih perhatian dari siapapun. Aku sayang kalian semua ayah, ibu, dan kak Farid. Aku beruntung terlahir di keluarga ini.