Minggu, 15 Maret 2015

ANALISIS KASUS TEORI BEHAVIORISTIK

KASUS

Aprilia Dwi Lestari merupakan salah satu siswa yang baru saja beranjak dari SMP menuju SMA. Ia masuk ke sekolah ternama di Tuban, yaitu SMA N 1 TUBAN. Padahal ia berasal dari keluarga yang tergolong menengah ke bawah. Awalnya orang tua April tidak memperbolehkannya masuk ke sekolah tersebut karena takut tidak mampu untuk membayar hingga lulus nanti. Namun, April terus memaksa sehingga orang tuanya mengizinkan.
Setelah beberapa lama berada disekolah itu, ia merasa mendapat deskriminasi dari teman-temannya. Ia diejek karena berasal dari keluarga yang tidak mampu. Bahkan, teman-temannya senang sekali menjahili April. Sedikit demi sedikit, April mulai merasa dikucilkan. Awalnya, ia tidak terpengaruh dan tetap berprilaku biasa. Namun, lama-kelamaan ia mulai merasa muak dengan keadaan yang ada. Perilaku teman-temannya mulai membuat April tidak fokus, dan prestasi belajarnya mulai menurun. Ini membuat April selalu stress dan merubah dirinya menjadi siswa yang amat nakal. Di kelas April selalu duduk paling belakang, suka membuat gaduh, tidak memperhatikan materi yang disampaikan guru, bermain-main HP, dan terkadang sampai tertidur. Di rumah pun ia berperilaku yang sama. Dia tidak menghiraukan nasehat orang tuannya yang menyuruhnya belajar. Dia suka keluyuran tidak jelas. April menjadi malas belajar, tidak pernah mengerjakan tugas. Suatu saat guru memberikan ulangan mendadak, ia mengerjakan sebisanya dan akhirnya mendapat nilai yang paling bawah. Saat guru tersebut bertanya mengenai materi minggu lalu, ia tidak pernah bisa menjawab. Mengetahui hal itu, April tetap tenang dan sama sekali tidak merubah kebiasaannya. Kurangnya ketegasan, bimbingan, motivasi, dan perhatian seorang guru dan orang tua dalam menyikapi anak didiknya yang bermasalah bisa menjadikan siswa menjadi nakal dan kurang bisa menghargai guru saat KBM berlangsung.
TEORI
Aliran humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik. Para teoritikus humanistik, seperti Carl Rogers dan Abraham Maslow meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengondisian yang sederhana. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor di luar dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama kehidupan.
Aliran humanistik menolak dan menentang pada aliran psikodinamik dan behavioristik karena bagi aliran humanistik memandang bahwa aliran behavouristik dan psikodinamik, telah merendahkan jati diri manusia yang dianggap robot yang mudah dikondisikan perilakunya. Dan aliran humanistik  juga menganggap bahwa aliran behavioristik dan psikodinamik itu bersikap pesimis terhadap kodrat manusia dan menganggap bahwa manusia tidak memiliki sikap jati diri. Aliran humanistik malah menganggap sebaliknya dengan sikap optimisnya dan menganggap bahwa potensi yang terdapat dalam diri manusia itu merupakan sumber utama.
Humanistik merupakan perspektif ketiga dalam konseling. Pada area di dalamnya, Rogers mempertanyakan validitas keyakinan yang banyak dipegang oleh konselor yaitu dalam proses konseling, konselor adalah orang yang paling mengetahui.
Maksudnya, pada dasarnya manusia itu dapat dipercaya dan setiap manusia itu memiliki potensi, dan di dalam potensi tersebut manusia dapat memahami dirinya sendiri dan dapat mengatasi masalahnya. Bahkan manusia memiliki potensi untuk lebih mengembangkan dirinya, walaupun tanpa bantuan langsung konselor.
Dalam teori humanistik, pada dasarnya manusia memiliki potensi yang baik, baik dari imajinasi, kreativitas, daya analisis, tanggung jawab, aktualisasi diri, pengembangan pribadi, kebebasan berkehendak, humor, makna hidup dan lainnya. Humanistik juga menunjukkan bahwa manusia itu makhluk yang sadar dan mandiri. Dan setiap manusia itu memiliki kecenderungan untuk berjuang menjadi apa yang mereka inginkan.
A.     Pandangan teori Rogers
Rogers mengidentifikasikan studi mengenai diri sebagai sesuatu yang diperlukan kebanyakan orang awam dari psikologi. Rogers juga menentukan cara manusia seharusnya bersikap, yaitu individual dan berusaha keras, dengan istilah-istilah yang sangat terikat dengan kebudayaan.
Maksudnya ialah peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanistik sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam menciptakan iklim kelas yang kondusif, memperjelas tujuan belajar, membantu siswa untuk memanfaatkan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, menyediakan sumber belajar kepada siswa, dan menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.
B.    Pandangan teori Abraham Maslow
Maslow mengembangkan teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala jenis kebutuhan manusia dan mengurutkannya menurut tingkat prioritas manusia dalam pemenuhan. Berikut ini hirarki kebutuhan menurut maslow.
Penjelasan dari gambar diatas ialah dimulai dari kebutuhan fisiologis, fisioligis merupakan kebutuhan utama setiap orang seperti makan, minum, tempat tinggal dan kehangatan. Apabila kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi, maka kebutuhan diatasnya (kebutuhan rasa aman) tidak bisa terpenuhi. Jadi, kebutuhan fisiologis harus dapat dipenuhi supaya mendapatkan rasa aman. Dan ketika sudah merasa aman, maka akan terpenuhi atau yang terpeting kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan sosial. Ketika kebutuhan sosial sudah terpenuhi maka yang terpenting adalah kebutuhan untuk dihargai. Kemudian perhatian kita beralih pada pemenuhan kebutuhan intelektual. Maka berlanjut pada kebutuhan diatasnya yaitu kebutuhan estetis seperti, kerapian, kebersihan, keindahan dan keseimbangan. Dan yang terakhir dalam kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, seperti pemenuhan pribadi dan mencapai pontensi yang dimiliki. Kebutuhan ini melibatkan keinginan yang terus-menerus untuk memenuhi potensi, untuk menjadi semua yang kita bisa. 
C.    Kontribusi dan keterbatasan teori pendekatan humanistik
Kontribusinya, teori humanistik muncul sebagai pemberontakan terhadap psikologi perilaku dan psikodinamika. Aliran humanistik mengingatkan kita akan pentingnya pengalaman manusia sebagai individu dalam aspek-aspek penting dalam pengalaman manusia, dan humanistik menyediakan model konseling yang sederhana dan efektif.
Keterbatasan teori ini telah menghasilkan teori dan gagasan yang sangat sukar diuji dengan penelitian ilmiah, karena pokok permasalahan dalam pengalaman pribadi manusia. Kemudian banyak gagasan humanistik yang terkait dengan kebudayaan dan tidak mudah diterapkan.
Dengan adanya kontribusi tersebut maka dalam suasana pembelajaran dapat saling menghargai dengan adanya kebebasan berpendapat dan kebebasan mengungkapkan gagasan. Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis dan partisipatif-dialogis. Tentunya bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Dan dalam pendidikan, indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang dan bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri
Keterbatasan dalam pandangan teori humanistik ini sama artinya dengan mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis. Peserta didik sebagian tentunya mengalami kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri meraka.

ANALISIS
            Menurut saya pemecahan studi kasus yang dialami siswa yang bernama Aprilia Dwi Lestari ini cocok menggunakan Teori Behavioristik, yaitu sebuah teori yang segala sesuatunya dibiasakan sehingga menjadi suatu kebiasaan. Jika saya menjadi guru April, maka saya akan mendekati dia (memberikan perhatian khusus), tetapi hal itu tidak diperlihatkan kepada siswa yang lain. Menegur siswa-siswa yang suka mengejek, dan suka mengucilkan. Memberikan bimbingan melalui diskusi-diskusi kecil di dalam kelas (diskuzi zigsaw), mencoba untuk mengungkapkan pendapat satu sama lain, menukar informasi dengan anggota kelompoknya. Selain itu, diawal dan akhir pertemuan selalu diadakan pengulangan materi yang berupa pertanyaan-pertanyaan atau kuis kepada masing-masing siswa, sehingga materi yang disampaikan pada saat itu maupun minggu lalu benar-benar bisa diterima dan tidak hanya pada shot term memory, tetapi juga sampai pada long term memory. Jika siswa tidak bisa menjawab, maka akan ada hukuman berupa berdiri di depan kelas, menyanyi, bahkan diberikan tugas khusus. Bersedia atau tidak, peserta didik akan belajar agar tidak mendapat hukuman. Tanpa disuruh belajarpun, mereka akan tetap belajar karena takut dihukum. Inilah teori behavioristik bahwa segala sesuatu harus dipaksakan. Pihak keluarga khususnya orang tua lebih memperhatikan anaknya, seorang anak dipaksakan untuk belajar. Jika tidak bersedia, maka uang jajan akan dikurangi. Dengan demikian, adanya paksaan-paksaan akan menjadikan suatu kebiasaan pada diri siswa.



Sumber :
1. http://suryanaintan.blogspot.com/2013/04/studi-kasus-beserta-pemecahannya.html
2. Jess dan Gregory Feist. 2010. Teori Kepribadian theories of Personality. Jakarta: Salemba Humanika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar